,
Jakarta
–
Banyak orang tidak menyadarinya, tetapi sebuah lembaran kertas bernama
ijazah
, yang sering kali menentukan jalannya pendidikan dan karir seseorang, memiliki asal-usul historis yang panjang serta makna yang lebih dari sekedar Administrasi.
Asal-Usul Kata
Dilansir dari laman
Bincang Syariah
,
Secara asal-usul kata, istilah ijazah bermula dari bahasa
Arab
:
ijzah
(), yang berarti persetujuan atau wewenang. Di dalam ranah keilmuan tradisional Islam, istilah ijazah menunjukkan pengesahan formal dari seorang guru kepada siswa mereka agar dapat meneruskan atau mendistribusi kembali pengetahuan yang sudah diperoleh. Ijazah tidak hanya sebagai tanda kelengkapan pendidikan, tetapi juga merupakan suatu bentuk validasi akademis.
Akar katanya adalah
j-w-z
(), yang dalam tafsir ahli bahasa seperti Ibn Faris dimaknai sebagai ‘memberi jalan’. Maka tak heran, pemberian ijazah diartikan sebagai pemberian jalan bagi murid untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, baik dalam pendidikan maupun pengajaran.
Ijazah juga pernah diartikan dalam bahasa Arab sebagai Mukjizat. Namun, pernyataan yang mengaitkan kata ijazah dengan
mu’jizah
() dianggap tidak sesuai. Walaupun kedua istilah tersebut telah diterima dalam penggunaan Bahasa Indonesia, mereka memiliki asal-usul yang berbeda. Kata mukjizat berasal dari akarصند
صند
صند
‘a-j-z
() yang bermakna mengecilkan kekuatan, mengacu pada peristiwa luarbiasa yang tak tertandingi oleh manusia, layaknya mukjizat para nabi.
Ijazah dalam Dunia Islam
Dinukil dari laman
Tajdid
, sertifikat pendidikan dalam bentuk resmi pertamanya diketahui ada di Dunia Islam melalui Universitas Al-Qarawiyyin di
Maroko
Didirikan pada abad ke-9 oleh Fatima al-Fihri, institusi ini dikenal sebagai perguruan tinggi tertua di planet bumi yang secara resmi mengeluarkan sertifikat pendidikannya bagi siswanya. Praktik tersebut selanjutnya menjadi teladan bagi berbagai kampus besar di Eropa seperti Bologna dan Oxford di abad ke-11 hingga 12.
Mengutip publikasi berjudul
Tradisi Penyerahan Diploma dalam sistem Pendidikan Islam: Pengantar Singkat
Oleh Idris dan Nurhamidah (2019), pada prakteknya, pengujian awal biasanya dilakukan secara verbal. Guru akan menceritakan naskah tersebut dan siswa-siswa yang dinilai memenuhi syarat akan mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan kembali atau mengajar ulang kepada orang lain. Proses ini serupa dengan cara peninggalan Hadits, dimana penyiaran ilmu ditandai dengan jejaring warisan akademik.
Di luar hanya mendapatkan sertifikat, ijazah dalam budaya Islam juga menyimpan daftar kitab yang telah dipelajari, nama gurunya, serta jejak ilmunya. Ada kalanya, format tersebut bahkan dapat berupa sebuah buku yang mengabadikan perjalanan akademik pemegang ijazah itu sendiri.
Dalam budaya ini, ijazah berfungsi untuk memberikan izin pada seorang siswa agar dapat menjadi pengajar, bukannya semata-mata sebagai dokumen resmi layaknya di jaringan pendidikan kontemporer. Hanya ulama atau mentor terampil yang memiliki hak untuk menerbitkan ijazah dan tidak ada intervensi dari pihak pemerintahan maupun institusi formal.
Seiring berjalannya waktu, arti dari ijazah beralih menjadi suatu dokumen resmi yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan menandakan bahwa individu tersebut sudah berhasil menyelesaikan studinya. Meskipun demikian, pengaruh historisnya sebagai lambang wewenang ilmiah tetap dapat dirasakan, terlebih lagi di lingkungan pendidikan Islam tradisional sampai saat ini.